Dolar AS Mulai Ditinggalkan, Transaksi Pakai Uang Lokal Tembus Rp 190 Triliun: Babak Baru Ekonomi Regional

Dolar AS Mulai Ditinggalkan, Transaksi Pakai Uang Lokal Tembus Rp 190 Triliun: Babak Baru Ekonomi Regional

Fenomena de-dolarisasi semakin pttogel nyata. Negara-negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia, mulai mengurangi ketergantungan terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) dalam transaksi internasional. Sebagai langkah nyata, tren penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan lintas negara kini menunjukkan angka signifikan. Hingga pertengahan 2025, nilai transaksi menggunakan mata uang lokal antarnegara (local currency transaction) telah menembus Rp 190 triliun. Angka ini menandai era baru dalam lanskap ekonomi global dan regional.

Latar Belakang De-Dolarisasi: Dari Ketergantungan ke Kemandirian

Selama puluhan tahun, USD mendominasi transaksi internasional, menjadi mata uang utama dalam perdagangan global, investasi, hingga cadangan devisa. Namun, situasi geopolitik yang semakin tidak menentu, termasuk perang dagang, konflik global, serta sanksi ekonomi sepihak dari negara adidaya, memaksa banyak negara untuk mengevaluasi kembali ketergantungan mereka pada dolar.

Indonesia termasuk yang aktif merespons dinamika ini. Pemerintah, melalui Bank Indonesia (BI), mendorong inisiatif Local Currency Transaction (LCT) yang sebelumnya dikenal sebagai Local Currency Settlement (LCS). Tujuannya jelas: memperkuat ketahanan ekonomi nasional, menekan volatilitas nilai tukar, dan membuka peluang lebih besar bagi perdagangan bilateral tanpa harus melalui konversi dolar.

Rp 190 Triliun: Bukan Sekadar Angka

Menurut data terbaru dari Bank Indonesia, nilai transaksi LCT hingga pertengahan 2025 mencapai Rp 190 triliun, naik drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Negara-negara mitra seperti Tiongkok, Jepang, Malaysia, dan Thailand menjadi kontributor terbesar dalam skema ini. Sistem ini memungkinkan eksportir dan importir dari Indonesia melakukan transaksi langsung menggunakan mata uang masing-masing negara, seperti rupiah ke baht Thailand, rupiah ke yuan Tiongkok, tanpa melalui USD.

Inisiatif ini mempercepat proses transaksi, memangkas biaya konversi ganda, serta mengurangi tekanan pada cadangan devisa negara. Bahkan, pelaku usaha nasional mulai merasakan manfaat efisiensi dari sistem LCT ini dalam pengelolaan arus kas dan risiko nilai tukar.

baca juga: buru-toyota-di-giias-2025-gak-ada-ruginya

Keuntungan Strategis bagi Indonesia

Langkah Indonesia dalam memperluas penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan luar negeri memiliki dampak luas:

  1. Penguatan Stabilitas Rupiah
    Dengan semakin banyak transaksi yang dilakukan langsung dalam rupiah, permintaan terhadap mata uang asing—terutama dolar—menurun. Ini berkontribusi pada penguatan nilai tukar rupiah dan stabilitas ekonomi nasional.

  2. Efisiensi Biaya dan Waktu
    Transaksi LCT memangkas kebutuhan untuk menukar mata uang ke dolar terlebih dahulu. Artinya, pelaku usaha dapat menghemat biaya konversi dan menghindari risiko fluktuasi nilai tukar terhadap USD.

  3. Diversifikasi Risiko Ekonomi Global
    Di tengah ketidakpastian ekonomi global, ketergantungan pada satu mata uang sangat berisiko. Sistem LCT memungkinkan Indonesia mengurangi risiko sistemik akibat perubahan kebijakan ekonomi AS.

  4. Mendorong Diplomasi Ekonomi
    Kerja sama LCT memperkuat hubungan bilateral. Melalui kerja sama ini, Indonesia menunjukkan peran strategisnya di kawasan sebagai mitra dagang yang kuat dan andal.

Negara Mitra LCT Terus Bertambah

Seiring keberhasilan implementasi awal, Bank Indonesia terus memperluas kerja sama LCT dengan lebih banyak negara. Selain ASEAN dan Jepang, saat ini BI sedang menjajaki kerja sama serupa dengan India, Korea Selatan, bahkan negara-negara Timur Tengah. Ekspansi ini membuka peluang bagi pelaku usaha lokal untuk menembus pasar ekspor yang lebih luas dengan sistem pembayaran yang lebih fleksibel dan kompetitif.

Tantangan dan PR Ke Depan

Meski potensi besar terbentang, implementasi LCT juga menghadapi tantangan. Edukasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha masih perlu diperkuat. Belum semua perusahaan memahami prosedur dan manfaat LCT. Selain itu, kesiapan infrastruktur perbankan serta sistem pembayaran lintas negara masih harus terus ditingkatkan agar integrasi berjalan mulus.

Bank Indonesia sendiri terus bekerja sama dengan otoritas moneter negara mitra untuk membangun sistem pembayaran lintas negara yang real-time, aman, dan efisien.

Kesimpulan: Menuju Ekonomi yang Lebih Berdaulat

Lompatan nilai transaksi LCT hingga Rp 190 triliun bukan sekadar data statistik, tetapi sinyal bahwa Indonesia sedang bergerak menuju sistem ekonomi yang lebih mandiri, berdaulat, dan tahan banting. De-dolarisasi bukan berarti memusuhi dolar, tetapi menciptakan ekosistem yang lebih seimbang, inklusif, dan resilien di tengah ketidakpastian global.

Dengan terus mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi internasional, Indonesia bukan hanya memperkuat posisi rupiah, tetapi juga memperkuat posisi strategisnya sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia Tenggara.

sumber artikel: www.september2018calendar.com