5 Kuliner Non Halal di Solo yang Tak Semua Orang Tahu: Surga Tersembunyi Pecinta Cita Rasa Otentik

5 Kuliner Non Halal di Solo yang Tak Semua Orang Tahu: Surga Tersembunyi Pecinta Cita Rasa Otentik

Kota Solo, pttogel atau yang juga dikenal sebagai Surakarta, bukan hanya terkenal dengan budaya Jawanya yang kental dan keramahan warganya, tetapi juga dengan ragam kulinernya yang menggugah selera. Meskipun sebagian besar masyarakat Solo beragama Islam dan makanan halal sangat mendominasi, ternyata ada sejumlah tempat makan yang menyajikan kuliner non halal—terutama olahan daging babi—yang tersembunyi dan jarang diketahui publik.

Artikel ini tidak bermaksud mengajak siapa pun untuk mengonsumsi makanan non halal, tetapi bertujuan sebagai informasi bagi wisatawan non-Muslim atau mereka yang memang sedang mencari cita rasa berbeda di kota budaya ini. Berikut ini lima kuliner non halal di Solo yang tak semua orang tahu:


1. Timlo Sastro Versi Non Halal

Sebagian besar warga Solo mengenal Timlo Sastro sebagai hidangan tradisional khas Solo berupa sup bening dengan isian sosis solo, telur pindang, dan ati ampela. Namun, siapa sangka di beberapa warung tersembunyi di kawasan Pecinan Solo, ada versi timlo yang menggunakan lapchiong (sosis babi khas Tionghoa) dan potongan daging babi sebagai isiannya.

Rasa kuahnya yang gurih berpadu dengan aroma rempah dan gurih khas babi, menjadikan timlo versi ini berbeda dari biasanya. Lokasinya tidak di tempat terbuka dan biasanya hanya diketahui oleh pelanggan tetap atau keturunan Tionghoa yang tinggal di Solo.


2. Bakmi Babi di Daerah Pasar Gede

Pasar Gede yang terkenal sebagai pusat jajanan Solo ternyata juga menyimpan warung bakmi non halal yang menjual bakmi babi panggang dengan cita rasa autentik. Mie yang digunakan biasanya buatan tangan, disajikan dengan topping daging babi panggang, char siu, dan kadang dilengkapi dengan kulit babi goreng garing yang renyah.

Meskipun tidak banyak disebut dalam panduan kuliner umum, pengunjung bisa menemukannya dengan bertanya langsung pada penjual-penjual lama di kawasan itu. Beberapa kios memang tidak mencantumkan menu secara eksplisit, tapi terbuka kepada pembeli yang bertanya.

baca juga: tangisan-penyanyi-cassie-dalam-sidang-p-diddy-dipaksa-ikut-pesta-seks


3. Nasi Babi Kecap Khas Peranakan

Nasi babi kecap adalah hidangan sederhana yang terdiri dari nasi putih hangat, potongan daging babi dimasak dalam kuah kecap manis yang kental, dan terkadang diberi telur rebus atau tahu. Salah satu warung keluarga di kawasan Kampung Ketandan, Solo, menyajikan menu ini sebagai bagian dari warisan kuliner keluarga keturunan Tionghoa.

Hidangan ini menggabungkan manis, gurih, dan aroma rempah yang kuat, sangat cocok disantap saat malam hari. Warung ini tidak memiliki papan nama mencolok dan biasanya hanya dikenal dari mulut ke mulut.


4. Sate Babi Solo Gaya Lawas

Sate babi di Solo cukup langka dan jarang terlihat di pinggir jalan seperti sate ayam atau sate kambing. Namun, di daerah belakang Pasar Legi, ada seorang penjual sate babi yang sudah berjualan sejak tahun 1980-an. Dengan resep turun-temurun, ia menyajikan sate babi manis yang dibakar dengan arang kelapa dan disajikan dengan sambal kecap serta lontong.

Kelezatan sate ini terletak pada marinasi dagingnya yang sempurna dan teknik pembakaran tradisional yang mempertahankan rasa klasik.


5. Bakso Babi Tersembunyi di Pinggiran Solo Baru

Kalau Anda penggemar bakso, tentu tahu bahwa kebanyakan bakso di Solo dibuat dari daging sapi. Namun, ada satu tempat di pinggiran kawasan Solo Baru yang menyajikan bakso babi, lengkap dengan kuah bening khas Solo dan taburan bawang goreng. Tekstur baksonya lembut, kenyal, dan memiliki rasa gurih alami tanpa perlu banyak bumbu tambahan.

Warung ini hanya buka beberapa jam saja dalam sehari dan sering kali sudah habis sebelum pukul 13.00 WIB. Pembelinya biasanya datang dari komunitas lokal Tionghoa atau wisatawan yang mendapatkan informasi dari blog atau forum makanan.


Kesimpulan

Kuliner non halal di Solo memang tidak terlalu mencolok, namun tetap menjadi bagian dari keberagaman gastronomi kota ini. Warung-warung yang menyajikannya biasanya tersembunyi, sederhana, dan memiliki pelanggan setia dari kalangan tertentu. Bagi para pencinta kuliner otentik dan petualang rasa, menemukan tempat-tempat ini bagaikan menjelajahi sisi lain dari Solo yang belum banyak terekspos.

Tentu, bagi masyarakat Muslim atau mereka yang menjaga pola makan halal, tetap harus cermat dalam memilih tempat makan dan menanyakan langsung komposisi makanan sebelum menyantapnya. Tapi bagi yang mencari referensi cita rasa non halal, kelima kuliner di atas bisa menjadi rekomendasi eksplorasi yang menggugah selera.

Catatan: Artikel ini bersifat informatif dan tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Selalu bijak dalam memilih dan menghargai perbedaan selera maupun kepercayaan kuliner masyarakat.

sumber artikel: www.september2018calendar.com